Kisah Bersama.
Karya kami mengeksplorasi desain regeneratif untuk melindungi warisan budaya dan membangun dialog yang inklusif.
Dikurasi oleh
Melissa Sunjaya
Peter Carey
Didesain oleh
Melissa Sunjaya
Michał Górzyński
Melissa Sunjaya
Peter Carey
Didesain oleh
Melissa Sunjaya
Michał Górzyński

01.
Wearable Design Objects
—Sejak tahun 2010, Tulisan telah menghadirkan karya wearable serigraph penuh dengan cerita, sebagai upaya untuk meregenerasi warisan budaya. Di Indonesia, tradisi tekstil telah lama mencakup seni menenun, membatik, dan ilustrasi naratif—bentuk-bentuk wastra atau “sastra di atas kain”, di mana kisah ditenun menjadi benang dan diwujudkan melalui cara kain dikenakan. Di seluruh nusantara, perempuan secara historis berperan sebagai penjaga tradisi bercerita yang sakral ini, menenun pengetahuan yang menjaga harmoni antara manusia dan alam di tengah laju pembangunan yang pesat. Warisan ini mengingatkan kita bahwa para leluhur hidup dalam masyarakat di mana perempuan memegang peran sentral dan memiliki pengaruh yang besar. Karya (wearable design) Tulisan secara sadar menghormati warisan tersebut dengan mengubah tekstil menjadi narasi hidup yang menghubungkan masa lalu dan masa kini, sekaligus memberdayakan generasi mendatang melalui ingatan budaya dan desain.
02.
Philosophy
—Di Tulisan, kami telah membangun label kerajinan dengan penuh cinta dan kepedulian, berlandaskan tiga nilai utama: merayakan keunikan individu, melindungi bumi, dan memberdayakan sesama. Nilai-nilai ini menjaga kami agar tetap berakar pada tradisi craftsmanship melalui karya tekstil ilustratif. Karya wearable serigraph kami dibuat secara handmade dalam jumlah terbatas menggunakan teknik serigrafi manual. Sebagai merek lokal yang berbasis di Jakarta, tantangan kami adalah mempertahankan disiplin slow-craft sambil menolak siklus fesyen mainstream dengan rendah. Kami percaya pentingnya mendasarkan karya pada sejarah serta menafsirkan kembali narasi-narasi budaya yang terpinggirkan, sebagai kisah bersama berskala global. Perpaduan antara riset berbasis praktik dan kerajinan berkelanjutan inilah yang menjadikan karya kami unik—mendorong literasi sekaligus membuka akses terhadap sejarah Indonesia. Buku 1830 kami berpuncak pada sebuah manifesto seni yang mengundang para kreator untuk mengeksplorasi sembilan kerangka pemikiran teoretis.


03.
Reframing Our Shared Past
—Proyek 1830 mengungkap sejarah tersembunyi di balik warna biru menggoda yang melekat pada banyak desain mewah. Keramik biru-putih pertama kali muncul pada abad ke-9 di Irak dan Tiongkok, sebelum akhirnya diimpor ke Eropa oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC). Ketika perdagangan ini runtuh pada tahun 1644, para pengrajin Belanda menciptakan Delftware, yang kemudian memicu tren Chinoiserie dan menginspirasi lahirnya Toile de Jouy di Prancis serta Azulejos di Portugal. Namun di balik keindahan itu tersimpan kenyataan yang kelam. Di bawah sistem Cultuurstelsel (1830–1870), para petani di Jawa dipaksa menanam nila untuk diekspor, dan hanya menerima sebagian kecil dari nilai jualnya di pasar dunia. Eksploitasi ini menimbulkan kerusakan lingkungan, kerja paksa yang menyerupai perbudakan, kekerasan berbasis gender, serta rasisme sistemik—sebuah bab pahit dalam sejarah Jawa. Sistem kerja yang tidak adil ini masih bertahan hingga kini dalam wujud kapitalisme modern. Warna biru nila (biru indigo), yang dahulu lebih berharga daripada emas, kini hadir sebagai simbol dalam karya desain pakai kami—menempatkan kembali kerajinan sebagai bentuk perlawanan.
04.
Regenerative Design
—Dengan mengenakan kisah kami, orang Indonesia dapat mengekspresikan dan melestarikan identitas budaya. Melalui Proyek 1830, Tulisan menafsirkan kembali Perang Jawa (1825–1830) sebagai kisah bersama berskala global, sambil merefleksikan bagaimana kolonialisme telah mengganggu kebudayaan pribumi. Dengan merekonstruksi fragmen litografi abad ke-19 dan memadukannya dengan pola geometris minimalis, kami mempraktikkan aktivisme visual dalam bentuk “mengubah tatapan kolonial”—menantang narasi dominan sekaligus menghadirkan wadah Jawa untuk bercerita. Proses desain regeneratif ini tidak hanya merangkai kembali masa lalu, tetapi juga mengubahnya menjadi dialog kontemporer. Setiap karya dalam Koleksi 1830 dilengkapi dengan kode QR yang terhubung ke jurnal daring dwibahasa (Bahasa Inggris–Bahasa Indonesia). Pengalaman “fisital" [“phygital”] ini menjadikan objek wearable sebagai medium performatif untuk mentransmisikan pengetahuan lintas generasi, menjembatani ingatan pribadi dengan sejarah kolektif. Melalui cara ini, kerajinan menjadi praktik regeneratif yang menafsirkan ulang sejarah bagi audiens global masa kini.


05.
Zero Waste Principles
—Di Tulisan, konsep desain regeneratif tidak hanya diwujudkan melalui narasi, tetapi juga diterapkan dalam metode produksi kami, di mana prinsip zero-waste diterapkan di setiap tahap proses. Semua pola potongan dikembangkan dengan bentuk minimalis dan fungsional untuk menghilangkan sisa kain, sementara bahan pelapis dibuat dari material daur ulang yang berasal dari botol PET pascakonsumsi. Kami bekerja sama dengan Waste For Change, perusahaan pengelola limbah bersertifikat, untuk mendaur ulang 100% limbah kami—mulai dari kertas, karton, plastik, hingga limbah organik—serta secara aktif memantau jejak karbon kami. Layanan perbaikan dan rekonstruksi kami memperpanjang usia produk, dengan rata-rata kurang dari tiga pengembalian setiap tahun. Untuk mendukung sistem sirkular, kami menciptakan GILT, sebuah platform lelang daring tempat para kolektor dapat menjual kembali atau memperoleh edisi sebelumnya. Karena jumlahnya yang terbatas, banyak karya pre-loved kami justru meningkat nilainya seiring waktu, menegaskan komitmen kami terhadap prinsip refuse, reduce, reuse, recycle, dan regenerate.